Ekonom: PPN 12% untuk Barang Mewah Dukung Pertumbuhan Ekonomi

JAKARTA – Ekonom dan Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menilai bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, yang hanya diberlakukan untuk barang mewah, akan memberikan dampak positif bagi perekonomian.
“Kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah lebih positif ke ekonomi, meski saat ini harga barang terlanjur naik karena aturan teknis peraturan Menteri Keuangan (PMK) terlambat terbit,” kata Bhima dalam jawaban tertulisnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (1/1/2024).
Bhima juga menyebutkan bahwa pemerintah mempertimbangkan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku UMKM. Namun, menurutnya, pemerintah perlu mempersiapkan penurunan tarif PPN menjadi 8 persen setelah rencana kenaikan PPN untuk barang dan jasa umum dibatalkan.
Ia mengusulkan alternatif lain untuk menambah penerimaan negara, salah satunya adalah pajak kekayaan, di mana orang super kaya dapat dikenakan pajak sebesar 2 persen dari total harta kekayaan mereka.
“Jadi bukan pajak penghasilan, ya. Tapi pajak harta yang selama ini Indonesia belum punya. Estimasinya akan diperoleh Rp81,6 triliun sekali penerapan pajak kekayaan. OECD dan G20 kan mendorong pemberlakuan pajak kekayaan juga,” kata Bhima.
Pajak karbon yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) berpotensi diterapkan tahun ini. Menurut Bhima, pemerintah hanya perlu menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait.
“Begitu diberlakukan ke PLTU batu bara, hasil pajak karbon akan digunakan untuk dorongan belanja energi terbarukan yang serap tenaga kerja. Bagus juga pajak karbon bagi lingkungan hidup,” kata dia lagi.
Selain itu, penerimaan negara melalui PPN dapat ditingkatkan dengan mengenakan pajak produksi batu bara di luar royalti. Pemerintah juga disarankan untuk menutup kebocoran pajak di sektor kelapa sawit dan pertambangan.
“Kelima, evaluasi seluruh insentif pajak yang tidak tepat sasaran. Misalnya, perusahaan smelter nikel yang labanya besar sekali tidak perlu dikasih tax holiday,” kata Bhima.
Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan bahwa pada 2025, tarif PPN akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen, namun hanya untuk barang dan jasa mewah.
Barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12 persen tercantum dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023 mengenai Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Contohnya meliputi rumah, apartemen, atau kondominium mewah dengan harga lebih dari Rp30 miliar, pesawat pribadi, kapal pesiar, yacht, kendaraan bermotor mewah, dan lainnya.
Di luar kategori barang dan jasa mewah, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa tarif PPN tetap berada pada angka 11 persen. Untuk bahan pokok, pemerintah memutuskan untuk membebaskan tarif PPN. Aturan terkait perpajakan ini diatur dalam PMK.
Selain itu, seluruh paket stimulus ekonomi untuk masyarakat dan insentif perpajakan yang diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 16 Desember 2024 tetap berlaku.






